Menurut kalian apa definisi agama? Coba bandingkan dengan definisi yang dikemukakan oleh para ahli berikut ini.
Banyak para sarjana antropologi yang mencoba mendefinisikan tentang agama. Selama ini perkembangan definisi agama dilakukan dengan melihat manusia sebagai pelaku dan memberi tekanan khusus pada bagaimana menggunakan agama dalam kehidupan sosial budayanya. Spencer misalnya menganggap agama sebagai suatu hasil pemikiran manusia dan hasratnya untuk mengetahui. Ini adalah bagian dan bukan hakikat dari kebenaran itu.
Emile Durkheim dan Frued mengemukakan landasan-landasan agama yang bersifat naluriah dan emosional. Meskipun perasaan dan emosi merupakan aspek-aspek tingkah laku keagamaan namun agama itu sendiri tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang semata-mata didorong kelahirannya oleh kegembiraan kelompok masyarakat. Manusia dikaruniai akal pikiran yang membedakan dengan binatang sehingga mampu menciptakan bahasa simbolik dan pemikiran abstrak. Manusia tidak hanya berbuat dan bereaksi tetapi juga mengembangkan dan menanggapi perbuatan. Menurut Walt Whitman manusia mempunyai kebutuhan mencapai keserasian dengan kecemasannya ada kalanya terikat dengan kesadaran beragamanya yang mendalam. Manusia tidak menghadapi masa depannya hanya dengan perasaan khawatir tetapi juga menggunakan kemampuannya untuk menanggapi kejadian-kejadian secara dini sebagai pendorong timbulnya cita- cita, hasrat dan harapannya yang kreatif. Misalnya, kepercayaan Masyarakat Jawa akan keberadaan penunggu Laut Selatan (Nyi Roro Kidul) sehingga pada saat-saat tertentu mereka melakukan upacara keagamaan di Laut Selatan sebagai bentuk ungkapan magis terhadap Nyi Roro Kidul.
Agama bisa dianggap sebagai suatu sarana kebudayaan bagi manusia dan dengan sarana itu manusia mampu menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalamannya dalam keseluruhan lingkungan hidupnya termasuk dirinya sendiri, anggota kelompoknya, alam, dan lingkungan lain yang dirasakan sebagai sesuatu yang transedental (tidak terjangkau oleh penalaran manusia). Pikiran, perasaan dan perbuatan manusia terhadap hal-hal yang menurut perasaannya berada di luar jangkauan pengalaman-pengalamannya sehari-hari dengan dunia nyata menyebabkan manusia percaya pada agama.
Menurut Teori Evolusi (misalnya, James Frazer dan Andrew Lang) maka manusia akan diperkenalkan perkembangan bentuk-bentuk keagamaan dari bentuk yang masih sederhana hingga bentuk yang modern. Melalui urutan klasik muncullah pra-animisme, yang meliputi magisme dan fetisyisme, animisme kemudian religi atau agama. Dalam pra animisme manusia menggunakan kekuatan gaib (supra empiris) yang dipercayai berada di dalam benda-benda yang tak bernyawa seperti batu yang aneh, besi (keris), dan sebagainya. Dalam animisme manusia berhubungan dengan makhluk yang bernyawa, khususnya makhluk halus atau roh-roh (baik dan jahat) yang dipercayai memiliki kekuatan lebih tinggi daripada manusia secara kategorikal. Misalnya, para arwah nenek moyang, roh-roh yang dipercayai menguasai sumber air, sungai, lautan, gunung, pohon besar, dan sebagainya. Dalam religi manusia mengadakan hubungan dengan "Roh yang Tertinggi" dipercaya memiliki kekuasaan yang tak terbatas oleh agama- agama besar disebut Tuhan sebagai pencipta dan penguasa alam semesta.
Terlepas dari penggambaran teori evolusi yang mengajarkan munculnya agama menurut tahap-tahap yang khas itu (pra- animisme, animisme, religi) bila hanya menggunakan pengamatan sehari-hari atas perilaku manusia yang berkaitan dengan kekuatan supra empiris ternyata manusia tidak terikat oleh hukum pentahapan evolusi itu. Manusia yang telah mengenal Roh Tertinggi atau Tuhan dan mengadakan komunikasi dengan-Nya, masih ada yang menghormati makhluk-makhluk halus bahkan ada juga yang masih menggunakan magis. Hal tersebut sesuai definisi agama menurut Thomas F.O Dhea, yaitu pendayagunaan sarana-sarana supra empiris untuk maksud-maksud non- empiris atau supraempiris. Bahwa manusia tidak hanya menggunakan kekuatan supra empiris yang tertinggi (disebut Tuhan) untuk kepentingan supra empiris yang secara mutlak mengatasi kemampuan manusia untuk mencapainya tetapi juga untuk kepentingan sehari-hari yang jasmaniah dan empiris yang harus dipenuhi sekarang. Banyak orang berdoa kepada Tuhan untuk keperluan sehari-hari yang dirasa tidak akan tercapai hanya dengan kekuatan manusia sendiri. Misalnya, ketika mendapat musibah, manusia meminta pertolongan kepada Tuhannya melalui doa atau sembahyang.
J. Milton Yinger melihat agama sebagai sistem kepercayaan dan praktek suatu masyarakat atau kelompok manusia yang berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir dari hidup ini. Knight Dunlop juga melihat agama sebagai sarana terakhir yang sanggup menolong manusia bilamana instansi lainnya gagal tak berdaya. Maka Dunlop merumuskan agama sebagai suatu institusi atau bentuk kebudayaan yang menjalankan fungsi pengabdian kepada umat manusia yang tidak tersedia suatu institusi lain atau yang penanganannya tidak cukup dipersiapkan oleh lembaga lain.
Menurut EB Taylor, agama haruslah didefinisikan dari asal usul agama karena apabila agama hanya digambarkan sebagai kepercayaan terhadap Tuhan saja maka orang-orang yang dianggap religius tetapi lebih mempercayai dewa-dewa dan lainnya harus tersingkir (tidak diakui agamanya). Oleh karena itu, agama diartikan sebagai kepercayaan terhadap makhluk spiritual. Hal ini karena unsur karakteristik yang dimiliki secara agama, besar atau kecil, kuno atau modern, adalah kepercayaan pada roh yang berpikir, bertindak, dan merasa seperti pribadi manusia.
Hal menarik tentang agama diungkapkan oleh Max Weber bahwa agama merupakan tahap perkembangan rasionalitas dari pemikiran manusia. Beberapa istilah dipakai oleh Weber untuk mengungkapkan konsep keagamaan seperti system of belief, world view, dan ideology. Sistem kepercayaan atau world view dalam kehidupan sosial dapat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu magic, religion, dan science. Meskipun demikian, ketiganya bukan merupakan tahap perkembangan linier, tetapi bisa juga mengalami tumpang tindih dalam suatu waktu tertentu. Harus diakui bahwa tahap awal perkembangan rasionalitas manusia diawali dan didominasi oleh magis, sedang perwujudan nyata magis meliputi simbol-simbol, cara pemujaan, dan orangnya sendiri (magician). Sementara dampak kekuatan magis dalam kehidupan sosial adalah meningkatkan stabilitas hubungan- hubungan sosial melalui pemberkatan otoritas suci dan kekuatan-kekuatan magis di sekitar manusia yang dimanipulasi oleh tujuan duniawi. Agama sangat berbeda dengan magis, karena agama mengarahkan kehidupan pemeluknya agar sesuai dengan tujuan-tujuan keselamatan.
Reorientasi batin seseorang akan mengubah perilaku luarnya dan dapat membentuk kembali hubungan-hubungan sosial yang kemudian berpengaruh pada perubahan sosial dan ekonomi. Seluruh legitimasi kekuatan agama diturunkan dari sumber-sumber yang sakral dan transendental yaitu Tuhan dan Dewa.
Munculnya sistem kepercayaan baru yaitu ilmu pengetahuan (science) yang menawarkan teknik rasional seperti kalkulasi sarana tujuan (meansends calculation) telah menurunkan peran magis dan agama dalam hal memahami realitas dunia. Ini merupakan gejala memudarnya daya-daya magis dunia karena dengan penerapan metode ilmu untuk menguak fenomena yang sebelumnya dianggap misteri menjadi dapat dijelaskan secara rasional. Misalnya, dalam menjelaskan fenomena meletusnya gunung berapi. Berbagai pertanyaan dilontarkan kepada ahli vulkanologi dan juru kunci gunung berapi yang berkaitan dengan kapan akan meletus dan bagaimana dampaknya. Dua kajian ilmu magis dan teknologi menghantarkan manusia pada bentuk sebuah rasionalitas misalnya dengan tetap mempercayai ilmu pengetahuan dan teknologi atau tetap pada kepercayaan magis gunung berapi. Sebagai batasan perbedaannya, di bawah ini disajikan tabel tentang perbedaan dalam sistem kepercayaan menurut Max Weber dan dampak sosialnya.
Menurut Koentjaraningrat, ada lima komponen agama yang harus dipenuhi supaya sebuah hal dapat dikatakan menjadi sebuah agama/ kepercayaan, yaitu:
1. Emosi Keagamaan
Dapat menyebabkan manusia mempunyai sikap serba religi yang mencakup proses psikologis manusia. Soderblom menyebutkan bahwa emosi keagamaan adalah sikap takut bercampur percaya kepada hal yang gaib serta keramat namun berada di luar jangkauan pikiran manusia.
2. Sistem Keyakinan
Berupa pikiran dan gagasan manusia menyangkut keyakinan dan konsepsi manusia akan sifat-sifat Tuhan, wujud dari alam gaib, terjadinya alam dan dunia, zaman akhirat, wujud dan ciri-ciri kekuatan sakti, roh nenek moyang, roh alam, dewa-dewa, roh jahat, hantu, dan makhluk halus lainnya. Keyakinan juga menyangkut sistem nilai dan sistem norma keagamaan, ajaran kesusilaan dan ajaran doktrin religi lainnya yang mengatur tingkah laku manusia.
3. Sistem Ritus dan Upacara
Wujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, dewa-dewa, roh halus, nenek moyang dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan hal yang dianggap Tuhan. Aktivitas ini dilakukan secara berulang-ulang (setiap hari atau seminggu sekali) dan melalui mekanisme tertentu (duduk, sila, bersujud dan lain sebagainya).
4. Peralatan Ritus dan Upacara
Dalam ritus upacara biasanya digunakan berbagai macam peralatan dan sarana seperti tempat atau gedung pemujaan, patung dewa atau patung yang dianggap suci, alat bunyi-bunyian dan para pelaku upacara seringkali harus memakai pakaian tertentu.
5. Umat Agama
Yakni kesatuan sosial yang menganut sistem keyakinan dan melaksanakan sistem ritus serta upacara tersebut.
Sedangkan menurut Clifford Geertz, agama adalah sebuah sistem simbol yang berperan membangun suasana hati dan motivasi yang kuat, pervasif, dan tahan lama di dalam diri manusia dengan cara merumuskan konsepsi tatanan kehidupan yang umum dan membungkus konsepsi- konsepsi itu dengan suatu aura faktualitas sehingga suasana hati dan motivasi tampak realistik secara unik. Sistem simbol yang dimaksud oleh Geertz adalah segala sesuatu yang membawa dan menyampaikan suatu ide kepada orang. Misalnya, suatu gulungan Taurat membawa ide pada orang Yahudi sebagai wahyu Tuhan, atau misalnya ketika kalian melihat seorang pemimpin agama yang mendatangi rumah sakit membawa sebuah peringatan akan kekuatan Tuhan.
Hal ini dapat membawa manusia pada sebuah kedamaian dan ketenangan, mengapa kemudian agama dianggap dapat membangun suasana hati dan motivasi. Agama membuat orang merasakan sesuatu dan juga ingin melakukan sesuatu. Motivasi memiliki tujuan, dan dibimbing oleh serangkaian nilai yang abadi memiliki arti bagi tentang apa yang mereka anggap baik dan benar. Seorang Biksu Budha merasakan suatu motivasi negatif yang kuat ketika diberi sajian makanan dari daging.
Hal ini karena keterikatan pada perjuangan makanan akan membebaninya dalam perjuangan untuk melahirkan kembali yang lebih baik dan mencapai pelepasan akhir dari kehidupan di dunia natural. Inilah yang disebut bahwa agama dapat membentuk suatu tatanan kehidupan umum.
Hal-hal yang dianggap benar oleh agama secara riil dapat berarti bagi orang-orang yang mempercayai sehingga agama memberikan aura faktualitas yang diyakini memberikan motivasi dan suasana hati yang juga riil.
Dari berbagai pemahaman tentang agama tersebut maka menurut Hendropuspito, dapat dirangkum unsur-unsur konsep agama yaitu:
- Agama disebut jenis sistem sosial. Ini hendak menjelaskan bahwa agama adalah suatu fenomena sosial suatu peristiwa kemasyarakatan suatu sistem sosial dapat dianalisis karena terdiri atas suatu kompleks kaidah dan peraturan yang dibuat saling berkaitan dan terarahkan kepada tujuan tertentu.
- Agama berporos pada suatu kekuatan-kekuatan non empiris. Agama berurusan dengan kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada kekuatan manusia dan yang dipercayai sebagai arwah, roh-roh, dan Roh Tertinggi.
Dari
berbagai pengertian di atas, kalian tentu sudah mendapatkan sebuah
konsep agama yang dipandang dari sudut antropologis. Sebagai sebuah
perenungan bandingkan konsep agama yang diajarkan pada agama yang
kalian percayai, adakah persamaan atau bahkan perbedaannya? Coba
kalian cari tahu.
Tentu
kalian telah memahami apa yang dimaksud dengan agama (religi) itu.
Secara sederhana agama yang berkembang sampai saat ini dapat
dibedakan menjadi dua yaitu Agama bumi/alam dan Agama Wahyu, atau
menggunakan istilah Max Weber yaitu agama yang tradisional dan agama
yang dirasionalkan. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini akan dijelaskan
tentang dua agama tersebut.
1.
Agama Bumi/Alam
Apa
yang ada di benak kalian ketika mendengar agama bumi/alam? Tentu
kalian telah mendengar istilah ini bukan? Agama bumi/alam (agama
tradisional) menurut Weber lebih merupakan karakteristik orang-orang
primitif yang kehidupannya berada dalam animisme atau politeisme.
Mereka
melihat ketuhanan dalam setiap pohon atau batu, dan mengadakan ritual
baru pada hampir setiap perubahan kehidupan mereka. Hal ini tidak
terlepas dari pemikiran seorang ahli sejarah agama dari Jerman
bernama N. Soderblom (1916) menyebutkan bahwa keyakinan paling awal
yang menyebabkan terjadinya religi dalam masyarakat manusia adalah
keyakinan akan adanya kekuatan sakti, hal-hal luar biasa dan gaib.
Inilah yang mendorong perkembangan agama di masyarakat primitive
tercipta seperti animisme, dinamisme, monoteisme, politeisme, dan
sebagainya (akan dijelaskan di bab berikutnya).
Pertama-tama,
orang berpikir tentang roh-roh individu yang kecil dan khusus terkait
dengan pohon, sungai, atau binatang yang mereka lihat. Kemudian
kekuatan-kekuatan mereka mulai meluas. Secara perlahan- lahan dalam
pemikiran suku, roh suatu pohon tumbuh kuat sehingga menjadi roh dari
hutan atau seluruh pohon. Misalnya, di antara dewa Yunani paling
awal, Poseidon pertama kali disebut roh 'laut tuhan' selanjutnya ia
mendapatkan tubuhnya memegang trisula dan berjenggot mampu
meninggalkan laut dan berjalan cepat ke Gunung Olimpus saat Zeus
mengumpulkan para dewa untuk bersidang. Pandangan ini sangat luas
ditemui pada awal peradaban manusia.
a.
Simbolisme Langit (Dewa Langit)
Salah
satu unsur yang paling umum dari kebudayaan purba adalah kepercayaan
pada dewa-dewa langit yang karakternya ditandai dengan sifat langit
yang luas di atas bumi. Langit membawa arti tentang transedensi
sebuah bentangan yang di angkat tinggi di atas bumi, sesuatu yang tak
terbatas, berkuasa dan abadi penuh otoritas dan realitas. Seperti
Dewa Olorum di kalangan suku-suku Yoruba di Afrika dianggap dewa
langit pemilik langit atau Dewa Ahura Mazda dari Iran dianggap dewa
langit pemberi suatu hukum dan penegak aturan moral di dunia.
b.
Matahari dan Bulan
Eliade
menunjukkan bahwa pemujaan matahari dianggap sebagai pusat mitologi
sebenarnya sangat jarang. Yang jauh lebih terkenal dan luas adalah
mitos dan simbol yang berhubungan dengan bulan yang terus berubah.
Bulan bergerak melalui perputaran mendatangkan pasang dan surut air
samudera, datang dan perginya hujan yang mengakibatkan tumbuhnya
tanaman dan kesuburan tanah.
c.
Air dan Batu
Di
samping simbol-simbol besar, dunia purba kaya dengan gambaran dan
tanda-tanda yang lebih kecil, yang sering berkaitan dengan hal-hal
yang dominan. Misalnya air mengekspresikan ketiadaan bentuk, sifat
makhluk yang tak berbentuk sebelum disuruh ke dunia oleh para dewa.
Di dalam ritual penyucian, air adalah agen yang membersihkan dan
menghapus semuanya, membawa kita kembali pada keadaan yang tak
terbentuk.
Sedangkan
batu mengesankan hal yang berbeda dengan air. Batu adalah benda
keras, kasar dan tak berubah. Bagi seorang primitif, batu menunjukkan
sesuatu yang mengindikasikan kesulitan, kehadiran sesuatu yang
mempesonakan menakutkan, memikat dan mengancam. Sebuah batu biasanya
hampir tidak akan menarik perhatian kita, tetapi sebuah batu yang
sakral akan menimbulkan kekaguman dan ketakutan.
Dari
pemikiran di atas tentang agama bumi/alam maka dapat disimpulkan
bahwa agama bumi/alam adalah agama yang munculnya melalui kekaguman
manusia akan hal-hal yang bersifat gaib dan berada di luar nalar
manusia. Tuhan dipersonifikasi dalam bentuk-bentuk kebendaan yang
memiliki kekuatan di luar kekuatan manusia.
2.
Agama Wahyu
Agama
wahyu atau meminjam istilah Max Weber 'agama yang dirasionalisasikan'
adalah yang disebut agama-agama besar dunia, seperti Yudaisme,
Konfusianisme, Hinduisme, dan sebagainya. Bukannya memiliki banyak
roh, agama-agama ini cenderung melihat Tuhan dalam bentuk satu atau
sekedar prinsip spiritual yang besar. Agama-agama ini umumnya
bersifat abstrak dan logis. Tidak seperti penganut agama alam, para
pengikut agama wahyu sangat sadar dengan apa yang mereka lakukan dan
mereka telah memilih suatu sistem kepercayaan yang sangat teratur.
Menurut Weber, sebagian besar agama agama dunia yang
dirasionalisasikan muncul pada saat pergolakan sosial yang besar.
Misalnya, Agama Kristen, muncul di tengah-tengah kekacauan sosial
yang besar di alam Mediterania Kuno yang disebabkan oleh kemunculan
dan menyebarnya peradaban Yunani Romawi.
Di
Indonesia sendiri, agama wahyu adalah sebutan untuk agama yang ada
setelah terbentuknya negara. Artinya agama tersebut diakui
keberadaannya oleh negara, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan
Budha. Tetapi baru-baru ini telah diterimanya agama Kong Hu Cu
sebagai salah satu agama yang diakui oleh negara. Konsep Tuhan
tidaklah termanifestasi dalam benda-benda material atau kekuatan yang
memiliki daya gaib dan supranatural seperti dalam agama bumi. Proses
penciptaan bumi diyakini karena campur tangan kekuatan yang berada di
luar akal manusia dan disanalah adanya keberadaan Tuhan. Munculnnya
konsep manusia pertama (Adam dan Hawa) dalam berbagai versi agama
menguatkan manusia untuk menyembah sesuatu yang menciptakannya.
Konsep
agama tidak lagi muncul karena kepercayaan terhadap benda namun lebih
mengacu pada proses pewahyuan agama dari Tuhan kepada seseorang yang
dianggap suci. Manusia sudah mulai menyadari adanya proses pewahyuan
dan keyakinan akan adanya Sang Pencipta yang tidak bisa
dipersonifikasi dengan alam atau benda material. Hal ini membuat
manusia yakin bahwa agama sesuatu hal gaib yang menguasai manusia.
Pada saat itu manusia mulai mencari suatu pemikiran yang lebih
rasional untuk mencari hakikat tentang Ketuhanan.
0 Response to "Defensi atau pengertian Agama menurut para Ahli"